Metode Sejarah Lisan


PENGANTAR
Berbicara tentang sejarah berarti berbicara tentang perjalanan eksistensi manusia di atas panggung kehidupan. Dengan demikian, sejarah selalu berkait erat dengan manusia dan perannya semasa masih hidup. Tidak ada sejarah tanpa manusia dan tidak ada sejarah tanpa kehidupan. Karena sejarah berbicara tentang manusia dan kehidupannya maka secara otomatis sejarah selalu berbicara tentang peristiwa yang benar-benar pernah terjadi dan menempatkan manusia sebagai aktor sentralnya. Pemahaman ini dapat dikatakan menjadi pemahaman standar yang perlu dimiliki manakala berbicara tentang sejarah
Dalam kaitan itu semua, dikenal adanya pengertian sejarah dalam arti objektif dan sejarah dalam arti subjektif. Sejarah dalam arti objektif dimaknai sebagai peristiwa sejarah itu sendiri atau proses sejarah dalam aktualitasnya. Dengan demikian, sejarah dalam arti objektif terkandung pengertian bahwa peristiwa sejarah tersebut hanya akan terjadi satu kali sehingga tidak berulang dan tidak dapat diulangi lagi. Kalaupun kemudian muncul ucapan “sejarah berulang”, maka yang dimaksud adalah bahwa yang berulang tersebut hanyalah jenis peristiwanya, sementara peristiwanya sendiri secara substansial akan berbeda, baik pelaku, waktu, maupun tempatnya.
Sejarah dalam arti subjektif adalah sejarah yang merupakan produk rekonstruksi dari peristiwa sejarah atau bangunan yang disusun penulis (rekonstruktor) sebagai suatu uraian atau ceritera. Sejarah dalam arti subjektif atau sejarah sebagai kisah direkonstruksi dari empat jenis sumber sejarah, yakni, tertulis, benda, lisan, dan visual. Sumber tertulis misalnya, surat kabar, majalah, lembaran negara, dokumen (dari bahasa latin docere yang berarti mengajar), notulen rapat, kontrak kerja, surat-surat, bon-bon, dan laporan-laporan. Sumber benda, misalnya, foto-foto, bangunan-bangunan, makam, dan tugu-tugu peringatan. Sumber visual, adalah rekaman-rekaman gambar hidup, seperti, rekaman peristiwa, rekaman peringatan, dan rekaman berita-berita televisi. Sumber lisan, yakni sumber sejarah yang berbentuk lisan atau menghasilkan suara. Sumber lisan dapat dikategorikan dalam tiga kelompok besar, tradisi lisan, rekaman suara (rekaman rapat, pidato, ceramah, dan sebagainya), dan sejarah lisan. 
Sumber lisan sebagai salah satu sumber sejarah dalam prakteknya seringkali terpinggirkan, terutama manakala sumber tertulis tersedia cukup memadai ketika rekonstruksi sejarah akan dilakukan. Sumber lisan, khususnya dalam bentuk sejarah lisan, biasanya baru dilirik oleh rekonstruktor sejarah manakala sumber tertulis dianggap kurang memadai atau tidak ada sama sekali. Terpinggirkannya sumber lisan sebagai sumber sejarah bisa jadi dikarenakan rekonstruksi sejarah seakan selalu memerlukan “bukti yang dapat dilihat dan diraba”. Kenyataan ini tidak pelak lagi merupakan salah satu kelemahan sumber lisan. Sumber lisan baru akan bernilai manakala sumber tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk lain, seperti rekaman suara atau tulisan. Tanpa perubahan wujud, sulit rasanya sumber lisan dapat digunakan sebagai sumber sejarah. Dalam kaitan itu, Charles-Victor Langois dan Charles Seignobos dari Universitas Sorbonne, Paris, mengatakan bahwa, “The historian works with documents…There is non substitute for documents: no documents, no history”. 

0 comments: