Seni Rajah Dalam Extravaganza

  • Posted by Miranda
  • at Tuesday, December 04, 2012 -
  • 0 comments
Seni Rajah dalam Extravaganza
oleh Maylan Sofian
081322317046
Pendahuluan
Berbicara wilayah kreativitas dalam seni tidak ada batasan. Baik secara penyajian atau pengemasan yang berakar dari seni tradisi diolah sedemikian rupa sehigga melahirkan “genre baru”. factor kelahiran itu semua tidak terlepas dari latar belakang budaya dibalik “seniman” itu sendiri. tidak menutup kemungkunan akan terjadi suatu “genre baru” lagi apabila latar belakang budaya terjdai pergeseran budaya dikarenakan sifat dari budaya yang dinamis. salah satu bentuk sajian yang terjadi pergeseran fungsi karena kedinamisan budaya adalah rajah yang disajikan dalam bagian dari parody dalam program acara sketsa extravaganza. ada satu hal yang menarik di dalamnya yang melatarbelakangi penulis untuk mengangkat phenomena ini, yaitu pada syair rajah yang disajikan.

A.    Latar Belakang Budaya
Jawa Barat spesifikasinya lagi Sunda. budaya huma atau peladang sudah lama keberadaannya. namun sejak ekspensi Mataram ke Jawa Barat, maka budaya huma atau peladang pun mulai digantikan dengan budaya sawah. Pada budaya peladang dan sawah (agraris) kental sekali dengan “gaib”. sebagaimana dipaparkan dalam suatu sumber yakni mereka percaya bahwa padi dan tanah masing-masing ada pemiliknya yaitu yang disebut gaib atau roh halus (Abun Somawijaya, 1996:35-36). maka dalam setiap pertunjukan selalu ada atau disempalkan salah satunya rajah (biasanya pada awal pertunjukan) yang berfungsi untuk minta izin, doa kepada Yang Maha Kuasa agar diberikan kelancaran selama jalannya pertunjukan tersebut.
Lian halnya dengan perkembangan dari budaya agraris yang bergeser menjadi budaya industri. kalau di budaya agraris sarat akan magis atau spiritual, tetapi dalam budaya industri lebih kearah factor ekonomi atau materil. karena perubahan atau pergeseran budaya tersebut, maka banyak seni sebagai media ritual beralih fungsi menjadi entertainment atau hiburan. sehingga munculah istilah art by order (seni berdasarkan permintaan).


B.     Kreativitas
Tidak ada batasan apabila berbicara di wilayah kreativitas. Namun secara esensi pastinya ada batasan tertentu, terutama apabila kita berbicara pada wilayah “seni tradisi di Sunda”. salah satu yang menjadi kritikan penulis diambil dari kasus sebuah sketsa dalam extravaganza. Dimana di dalamnya terdapat rajah dalam struktur parodinya. Titik kritik yang kami tuju lebih kearah syair yang disajikan. Syair yang disajikan pada acara tersebut lebih kearah entertainment atau hiburan, jauh dengan syair yang disajikan pada rajah biasanya. Sebagaimana dalam suatau sumber bahwa rajah merupakan lagu pembukaan dalam pementasan pantun Sunda, sebagai pengantar dengan maksud untuk mohon izin, maaf dan penghormatan pada leluhur agar selamat menjalankan suatu pagelaran (Atik Sopandi,1988:166).
berdasarkan pengertian tersebut, penulis beranggapan bahwa ada esensi sacral didalam syair dan rajah tersebut. Dapat kita analisa lebih lanjut pada contoh syair rajah di bawah ini :
karya : NN
Pun sapun kanu Maha Agung
Kun payakun jleg ngadeg lar gumelar
Sakur kersana kawasana
Dilangit pating karetip
Di bumi pating kulisaik
Gumelik dialam lahir
Bari muji sihing
Gusti ayatna Alhamdulillah 2X
Rajah dua, dua rajah
Rajah medal maling Allah
Dina hate anu masket dian iman dina Islam
Nabi Muhammad kitabna Qur’an Nur Karim
Nu Agung Allahu akbar
dari satu contoh syair rajah tersebut jelas sekali terdapat sesuatu esensi sacral didalamnya. Permasalahan yang timbul dari bentuk kreativitas ini ada dua sisi. satu sisi ada sisi popsitifnya dimana rajah akan lebih dikenal luas masyarakat, dan jauhnya lagi pastinya mengangkat harkat derajat dari seni tradisi yang kian tenggelam keberadaannya. Namun disatu sisi ada sisi negatifnya dimana syair yang disajikan sedikit banyaknya menghilangkan esensi dari pada syair dan rajah itu sendiri. Karena dalam rajah yang paling menonjol terletak pada bagian syair atau liriknya tersebut. Penulis tidak terlalu mengangkat kekhawatiran, namun hanya sebatas memberikan informasi dan perlu adanya pertimbangan dalam berkarya. karena sudah banyak yang mengkambing hitamkan seni ataupun kreativitas itu sendiri.
Dalam rajah terdapat take and give diantara yang diciptakan dengan penciptanya, yakni rasa menghargai, penghormatan. Sebagaimana Ma’mur Danasasmita dalam sebuah bukunya memaparkan bahwa sebagai para Rahyang, raja-raja yang telah wafat itu tentu sangat dihormati dan di keramatkan. Mereka para leluhur yang dipandang sebagai pelindung yang patut diminta berkat atau restu dan dihindari kemurkaannya. “Suasana kekeramatan” ini melahirkan rajah dalam pantun Sunda (2001:139).
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
1.    Abun Somawijaya.1996.“Kasanah Musik Bambu”. Laporan Penelitian, ASTI Bandung
2.    Atik Sopandi.1996.KAMUS KARAWITAN. Bandung : STSI PRESS
3.    Ma’mur Danasasmita.2001.Wacana Bahasa dan Sastra Lama Sunda. Bandung : STSI PRESS

Author

Written by Admin

Aliquam molestie ligula vitae nunc lobortis dictum varius tellus porttitor. Suspendisse vehicula diam a ligula malesuada a pellentesque turpis facilisis. Vestibulum a urna elit. Nulla bibendum dolor suscipit tortor euismod eu laoreet odio facilisis.

0 comments: