Seni Terbang

  • Posted by Miranda
  • at Wednesday, December 05, 2012 -
  • 0 comments

Perkembangan Bangreng
oleh Maylan Sofian
 Pendahuluan
Dalam fase kehidupan masyarakat terhadap seni khususnya generasi muda, saat ini umumnya mereka lebih memiliki perasaan yang mengikuti pola kehidupan budaya asing dari pada mencoba menjadi dirinya sendiri di tengah budayanya. Kenyataan ini berdampak luas pada kehidupan seni budaya tradisi yang berdampak pada terkikisnya nilai-nilai budaya khususnya seni tradisional.
Di tengah-tengah perubahan pola kehidupan masyarakat tersebut, kita masih berharap seni tradisioanal di wilayah Jawa Barat tidak sirna dalam kehidupan masyarakatnya. Hal ini akan menguat pada masyarakat yang belum banyak tersentuh pola pengaruh budaya asing walaupun dalam kondisi yang cukup memprihatinkan. Hadirnya atau adanya perhatian dari kaum intelektual terhadap pentingnya nilai-nilai budaya dan seni tradisional yang masih hidup di dalam masyarakat sangatlah berarti bagi generasi penerus yang akan mengkonversi nilai-nilai budaya tradisional tersebut.
Dari sekian banyak seni tradisional yang masih hidup dalam masyarakat Jawa Barat, semuanya memiliki makna dan fungsi yang berarti bagi masyarakat. Salah satu jenis seni tradisional yang masih eksis tersebut adalah seni tradisional Bangreng ini berkaiatan erat dengan kegiatan-kegiatan ritual khususnya dalam kehidupan masyarakat agraris. Seni Bangreng ini merupakan bentuk seni rakyat yang memiliki nilai religi yang cukup tinggi bagi masyarakat pendukungnya. Oleh karena itu saat ini seni Bangreng masih tetap ada maupun tampil di dalam kehidupan masyarakat, bahkan masih dianggap atau dijadikan simbol religi dalam upacara ritual desa walaupun masih ada juga masyarakat yang kurang begitu mempercayai terhadap makna dan religi tersebut.
Batasan Seni Bangreng
Kata bangreng berasal dari dua suku kata “bang“ dan “reng“ yang masing-masing merupakan akronim dari kata terbang dan ronggeng (Ensiklopedi Musik, jilid I , 1992 : 23). Terbang adalah alat bunyi-bunyian yang terbuat dari kayu dengan muka bulat yang berkulit, seperti rebna. Ronggeng adalah juru kawih merangkap penari wanita dalamm ketuk tilu dengan tarian dan nyanyiannya melayani tarian pria yang menghadapinya ( Ensiklopedi Umum, 1977 : 88).
Batasan di atas baru mengungkapkan dua sisi dari seni bangreng dan belum menyatakan kesenian bangreng secara utuh. Lebih lengkapnya diungkapakan dalam Ensiklopedi Musik, Jilid I (1992 : 31) yaitu :
Bangreng kependekan dari kata ter-Bang dan rong-Eng, yakni bentuk kesenian rakyat di Jawa Barat yang dimainkan dengan seorang interpreter gerak keindahan. Instrument yang di-gunakan adalah rebab, terbang, saron, kendang, kulanter, kempul, dan goong.
Dari berbagai definisi di atas dapat diambil pemaknaan yang lebih mendalam dan fokus, bahwa seni bangreng merupakan suatu bentuk kesenian rakyat yang mempergunakan terbang serta waditra lainnya, dan ditambah dengan ronggeng sebagai penari sekaligus juru sekar. Pada awalnya kesenian ini lebih sering berfungsi sebagai sarana upacara ritual, tetapi perkembangan selanjutnya menuju pada fungsi seni sebgai hiburan atau tontonan.
Seni Bangreng
Seni bagreng merupakan salah satu jenis kesenian rakyat yang makin popular khususnya di Kabupaten Daerah Tingkat II Sumedang, namun sayangnya hingga saat ini belum ada keterangan yang jelas mengenai kapan dan dimana awal lahirnya seni bangreng ini.
Lilis Sumiati, dkk., dalam buku Capita Selekta Tari ( 1996 : 1 ) mengatakan bahwa Bangreng merupakan kesenian rakyat khas daerah sunda, yang perkembangannya mengalami beberapa periode, yaitu :
periode ketika terbang berfungsi sebagai alat untuk menyebarkan agama Islam, kira-kira tahun 1550 ;
periode ketika terbang mengalamai perkembangan dan berubah menjadi gembyung, kira-kira tahun 1956;
periode ketika gembyung mengalami perkembangan dan berubah menjadi bangreng, kira-kira tahun 1968.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa seni bangreng merupakan metamorfosa dari seni terbang yang pada mulanya berfungsi sebagai sarana dakwah agama Islam. Hal ini dimungkinkan karena berdasarkan tinjauan sejarah kebudayaan masyarakat sumedang bahwa kesenian tradisioanal terbang dibawa oleh para saudagar Islam dari Cirebon yang kemudian dikembangkan oleh kalangan santri dalam rangka syi’ar agama Islam di Sumedang. Kemudian terbang mendapat pengaruh dari seni ketuk tilu, sehingga ia berkembang dan kemudian disebut gembyung, seperti diungkapakan Atik Sopandi dan Enoch Atmadibrata (1983: 45) yang menyatakan bahwa :
Gembyung adalah seni terbang yang telah dikombinir dengan alat bunyi-bunyian ketuk tilu antara lain empat buah terbang, kendang, dan kulanter, goong dan kempul, saron, dan rebab. Selanjutnya beliau menambahkan bahwa :
Gembyung sumedang terdiri dari instrument-instrumen 5 buah gembyung atau terbang besar, kendang, dan goong awi ( goong bumbung yang terbuat dari seruas bambu ).
Perkembangan dari jenis kesenian gembyung di Sumedang disebut bangreng. Menurut data lain ditemukan bahwa seni gembyung berubah atau berkembang menjadi seni bangreng sekitar tahun 60-an (Odin Abidin, Wawancara, Sumedang, 20 juni 2000). Pada saat ini seni gembyung mendapat penambahan alat yang terdiri dari kendang dan kulanter, terbang besar, rebab atau terompet (yang berfungsi sebagai melodi), goong dan kempul, serta dua buah saron (Atik Sopandi dan Enoch Atmadibrata, 1983: 45). Selain itu perubahan juga terjadi pada lagu-lagu yang disajikan, syair-syair berhubungan dengan ke-agamaan berubah menjadi lagu-lagu yang diambil dari gamelan seperti : Kidung, Baju Beureum, Turun Sintren, Kicir-kicir, Rincik Rincang, Adem Ayem, dan se-bagainya (Ibid, halaman 45).
Pada tahun 1975 seni Bangreng mendapat penambahan alat yaitu dengan seperangkat gamelan lengkap (Odin Abidin, Wawancara, 20 Juni 2000). Kemudian penambahan ini terjadi sehubungan dengan perubahan lagu-lagu yang disajikan pada seni ini.
Fungsi Seni Bangreng
Dari berbagai penelaahan maka seni bangreng mempunyai beberapa fungsi di antaranya fungsi ritual, hiburan, pendidikan, dan fungsi ekonomis.
Fungsi Ritual
Secara umum, kebanyakan seni-seni yang tumbuh di daerah yang bermasyarakatkan petani atau daerah agraris lebih cen-derung difungsikan sebgai saran ritual upacara keagamaan terutama dalam hubungannya dengan kesuburan bagi lahan pertanian dan keberhasilan panen. Demikian pula yang terjadi pada seni Bangreng yang tumbuh dan berkembang di daerah agraris. Ciri ritual pada seni bangreng ini terlihat antar lain : Dengan adanya ijab kabul yang dilakukan oleh sesepuh grup seni bangreng pada awal, pertunjukan, sebagai permohonan ijin dan sekaligus permohonan perlindungan dari para karuhun dengan tujuan supaya dalam pertunjukan tidak terhalang oleh hal-hal yang tidak diharapkan.
Kemudian sajian lagu-lagu buhun sabagai pembuka khusus diperuntukan bagi arwah-arwah leluhur yang semasa hidupnya dipercayai menyukai lagu-lagu tersebut. Hal ini cukup membuktikan bahwa seni bangreng berfungsi sebagai sarana upacara ke-agamaan.
Fungsi Hiburan
Fungsi hiburan dipertunjukan seni bangreng pada acara ruwatan terlihat pada tahapan pertunjukan yang diperuntukan bagi masyarakat dengan jalan meminta lagu kesukaan dan menari dengan ronggeng pilihannya. Pada tahap ini penonton dipersilahkan berjoget (menari) sepuas-puasnya.
Fungsi Sosial
Upaya melibatkan generasi muda dalam pelaksanaan acara ruwatan secara eksplisit menunjukan adanya keinginan dari generasi tua untuk mewariskan seni budaya tradisional ada generasi penerusnya.
Selain upaya pewarisan nilai dan norma budaya pada generasi muda, acara ruwatan ini memberi didikan untuk hidup bergotong royong dalam membangun ma-syarakat. Proses internalisasi nilai-nilai budaya dari generasi tua kepada generasi muda melanjutkan proses yang sama pada periode berikutnya, merupakan usaha pendidikan yang paling berharga.
Fungsi Ekonomis
Satu hal tidak bisa dielakan dalam pertunjukan seni adalah sebagai sarana ekonomi. Hal ini berlaku baik bagi penonton maupun bagi pelaku seni atau senimannya. Pemanfaatan acara ruwatan sebagai salah satu kesempatan untuk menjual produk masyarakat merupakan salah satu contoh fungsi ekonomi dari sebuah pertunjukan seni bangreng.
Perkembangan dari segi Alat 
Dari segi alat yang digunakan bangreng mengalami beberapa kali perubahan dimulai dari:
Bangreng dengan alat menggunakan Terbang
Bangreng dengan alat menggunakan Gembyung
Bangreng dengan alat menggunakan gamelan
Bangreng dengan memasukan keyboard
Menurut cerita dari beberapa, seniman bangreng pada awal mulanya bangreng merupakan duplikasi dari seni tayuban yang lahir dikalangan menak, sehingga rakyat pada masa itu ingin mengikuti gaya dari kesenian keratin, sehingga masyarakat mencoba untuk meniru menari tayub dengan diiringi terbang karena pada saat itu masyarakat belum mampu untuk membeli gamelan seperti pada tayuban. Karena dirasa kurang lucu akhirnya dimasukan juga ronggeng untuk ikut menari sehingga disebut dengan kesenian bangreng. Karena dirasa kurang enak menurut penuturan Bah Eje [1] maka terbangpun digantikan oleh gembyung supaya lebih bulat suaranya.
Setelah masyarakat mampu membeli gamelan pada akhirnya pertunjukan bangreng pun kembali lagi kepada konsep pada awalnya untuk meniru tayuban, sampai pada masa masuknya organ tunggal. Dan karena keadaan pada akhirnya seni bangreng Eje pun mengikuti arus dengan memasukan organ dalam pertunjukan bangrengnya.




Daftar Pustaka
Atik Sopandi dan Enoch Atmadibrata, 1983, Khasanah Kesenian daerah Jawa Barat, Bandung : Pelita Masa;
Arthur S Nalan, 1996, Capita Selekta Tari, Bandung STSI Pers ;
Koentjaraningrat, 1984, Kebudayaan Jawa, Jakarta : Balai Pustaka;
Sri Mulyono, 1983, Simbolisme dan Mistikisme dalam Wayang : Sebuah Tinjauan Filosofi, Jakarta : Gunung Agung;
R. M. Ismunandar, 1988, Wayang : Asal Usul dan Jenisnya, Semarang : Dahara Prize;



[1] Bah Eje pimpinan bangreng Eje parugpug Sumedang

Author

Written by Admin

Aliquam molestie ligula vitae nunc lobortis dictum varius tellus porttitor. Suspendisse vehicula diam a ligula malesuada a pellentesque turpis facilisis. Vestibulum a urna elit. Nulla bibendum dolor suscipit tortor euismod eu laoreet odio facilisis.

0 comments: